PENGENDALIAN DEPOSIT DAN KERAK PADA SISTEM PENDINGIN
/0 Comments/in Uncategorized /by adminPENGENDALIAN DEPOSIT DAN KERAK PADA SISTEM PENDINGIN
Akumulasi deposit pada sistem air pendingin mengurangi
efisiensi dari perpindahan panas dan kapasitas air yang dapat dibawa pada
sistem distribusi. Deposit menyebabkan pembentukan perbedaan sel oksigen yang
akan mempercepat korosi dan dapat merusak peralatan.
Pembentukan deposit sangat dipengaruhi parameter sistem,
seperti air dan temperatur kulit, kecepatan air, waktu tinggal, dan metalurgi
sistem. Deposisi paling parah ditemui di dalam peralatan yang beroperasi dengan
temperatur permukaan yang tinggi dan/atau kecepatan air yang rendah. Dengan
penggunaan film fill menara pendingin berefisien tinggi, akumulasi deposit di
dalam isian menara pendingin mencara area yang diperhatikan. Deposit secara umum dikategorikan sebagai
kerak (scale) atau foulant.
Kerak
Deposit kerak terbentuk akibat pengendapan dan pertumbuhan
kristal pada permukaan yang kontak dengan air. Pengendapan terjadi ketika
konsentrasi melebihi batas kelarutan baik di badan air atau di permukaan. Garam
pembentuk kerak pada permukaan perpindahan panas adalah senyawa yang memiliki
kelarutan berbanding terbalik dengan temperatur.
Meski mereka dapat larut sempurna pada badan air
bertemperatur rendah, senyawa ini (contoh: kalsium karbonat, kalsium fosfat,
magnesium silikat) akan menjadi jenuh pada air bertemperatur lebih tinggi di
dekat permukaan perpindahan panas dan mengendap di permukaan tersebut.
Pengerakan tidak selalu berhubungan dengan temperatur. Kerak
kalsium karbonat dan kalsium sulfat terbentuk pada permukaan yang tidak
menerima panas ketika batas kelarutan mereka dilewati pada badan air. Permukaan
logam merupakan sisi ideal untuk nukleasi kristal karena permukaannya kasar dan
kecepatan air rendah di dekat permukaan logam. Sel korosi pada permukaan logam
menghasilkan pH yang tinggi, akan mendukung proses pengendapan dari berbagai
garam yang ada di dalam air pendingin. Ketika sudah terbentuk, deposit kerak
akan menginisiasi nukleasi tambahan dan proses pertumbuhan kristal akan lebih
cepat.
Pengendalian kerak dapat dicapai dengan pengoperasian sistem
air pendingin pada kondisi subsaturated atau penggunaan bahan kimia.
Pengendalian Operasional
Metode paling langsung untuk menghambat pembentukan deposit
kerak adalah pengoperasian pada kondisi subsaturated, dimana konsentrasi garam
pembentuk kerak berada di bawah batas kelarutan garam tersebut. Pada beberapa
garam, cukup untuk dioperasikan pada siklus konsentrasi yang rendah dan/atau pH
rendah. Akan tetapi, pada kebanyakan kasus, laju blowdown yang tinggi dan pH
yang rendah dibutuhkan sehingga konsentrasi garam tidak melebihi batas
kelarutan garam pada permukaan perpindahan panas. Diperlukan untuk menjaga
pengendalian yang akurat dari pH dan siklus konsentrasi. Variasi kecil pada
sifat kimia air atau beban panas dapat menimbulkan pengerakan.
Pengerakan dapat dikendalikan secara efektif dengan
penggunaan agen sequestering dan chelat yang mampu membentuk senyawa kompleks
yang mudah larut dari ion logam. Sifat pengendapan dari senyawa kompleks ini
tidak sama dengan ion logamnya. Contoh klasik dari material ini adalah asam
etilen diamin tetraasetat (EDTA) sebagai chelating dari kesadahan kalsium, dan
polifosfat untuk besi.
Threshold Inhibitor. Agen pengendali deposit yang menghambat
pengendapan pada dosis yang jauh dibawah kadar stoikiometrik yang dibutuhkan
untuk sequestration atau chelation disebut sebagai “threshold inhibitor”.
Senyawa ini mempengaruhi kinetika dari nukleasi dan pertumbuhan kristal dari
garam pembentuk kerak, dan memungkinkan kondisi lewat jenuh tanpa pembentukan
kerak.
Theshold inhibitor
berfungsi dengan mekanisme adsorpsi. Seiring dengan kumpulan ion
mengalami orientasi, mikrokristalit metastabil (kumpulan ion yang memiliki
orientasi yang tinggi) terbentuk. Pada tahap awal pengendapan, mikrokristalit
dapat mengalami pertumbuhan lanjut (membentuk kristal yang lebih besar dengan
sebuah kisi kristal yang rapi) atau larut kembali. Threshold inhibitor mencegah
pengendapan dengan menyerap kristal yang baru muncul, menutupi sisi aktif
pertumbuhan kristal.
Threshold inhibitor
menunda atau menghambat laju pengendapan. Kristal akan terbentuk,
tergantung pada derajat lewat jenuh dan waktu tinggal sistem. Setelah kristal
yang stabil muncul, pertumbuhan selanjutnya dihambat oleh inhibitor adsorpsi.
Inhibitor menghalangi banyak permukaan kristal, menyebabkan gangguan pada kisi
kristal seiring pertumbuhan berlangsung. Gangguan (kecacatan pada kisi kristal)
menciptakan tekanan internal, membuat kristal rapuh.
Inhibitor kerak yang paling umum digunakan merupakan polimer
akrilat dengan berat molekul rendah dan senyawa fosfor organik (fosfonat).
Kedua kelompok material ini berfungsi sebagai threshold inhibitor, akan tetapi, material polimer merupakan dispersan
yang lebih efektif. Pemilihan agen pengendali pembentukan kerak tergantung pada
senyawa yang akan mengendap dan derajat supersaturasinya. Program pengendalian
pembentukan kerak yang paling efektif menggunakan inhibitor presipitasi dan
dispersan. Pada beberapa kasus, hal ini dapat dicapai dengan sebuah komponen
(contoh: polimer yang digunakan untuk menghambat kalsium fosfat pada pH
mendekati netral).
Langelier Saturation Index (LSI)
Dikerjakan oleh profesor W.F. Langelier, dipubliikasikan
pada tahun 1936, berhubungan dengan kondisi dimana sebuah air berada pada
kondisi kesetimbangan dengan kalsium karbonat. Sebuah persamaan dihasilkan oleh
Langelier memungkinkan untuk memprediksi kecenderungan kalsium karbonat apakah
mengendap atau larut di beragai kondisi. Persamaan ini mengungkapkan hubungan
pH, kadar kalsium, alkalinitas total, kandungan padatan terlarut, dan
temperatur terhadap kelarutan kalsium karbonat di dalam air dengan rentang pH
6,5-9,5.
pHs = (pK2 – pKs) + pCa2+ + pAlk
dimana:
pHs = pH air dengan kandungan kalsium tertentu dan
alkalinitas berkesetimbangan dengan kalsium karbonat
K2 = konstanta disosiasi ke-2 dari asam karbonat
Ks = konstantan kelarutan dari kalsium karbonat
Nilai suku ini merupakan fungsi dari temperatur dan
kandungan padatan terlarut. Nilai mereka pada kondisi tertentu dapat dihitung
dari konstanta termodinamika yang dapat diketahui. Suku Ion kalsium dan
alkalinitas merupakan nilai negatif dari logaritma konsentrasi mereka. Kadar
kalsium di dalam satuan molar, sedangkan alkalinitas merupakan sebuah
konsentrasi ekuivalen (contoh: ekuivalen liter basa yang dapat dititrasi). Perhitungan
dari pHs telah disederhanakan dengan berbagai nomografi.
Perbedaan antara pH air aktual (pHa) dengan pHs, atau
pHa-pHs, adalah nilai dari LSI. Indeks ini merupakan sebuah indikasi kualitatif
dari kecenderungan kalsium karbonat mengendap atau terlarut. Jika LSI positif,
kalsium karbonat cenderung mengendap dan jika nilainya negatif maka kalsium
karbonat cenderung larut. Jika nilainya nol maka air berada pada kondisi
kesetimbangan.
LSI hanya mengukur arah kecenderungan atau gaya penggerak
dari kalsium karbonat mengendap atau larut. Indeks ini tidak dapat digunakan
sebagai pengukuran kuantitatif. Dua air yang berbeda, satu air dengan kadar
kesadahan rendah (korosif), dan satunya dengan kesadahan tinggi (mudah
terbentuk kerak) dapat memiliki nilai LSI yang sama.
Indeks kestabilan yang dikembangkan oleh Ryzner memungkinkan
untuk membedakan dua tipe air ini. Indeks ini didasarkan dari studi hasil
operasi aktual dengan air yang memiliki berbagai indeks kejenuhan.
Stability Index (SI) = 2(pHs) – pHa
Ketika air memiliki indeks kestabilan 6,0 atau lebih rendah,
pengerakan meningkat dan kecenderungan korosi berkurang. Ketika indeks
kestabilan melebih 7,0 maka kerak tidak akan terbentuk. Seiring dengan
peningkatan nilai indeks kestabilan di atas 7,5 atau 8,0 kemungkinan korosi
akan meningkat. Penggunaan nilai LSI dan SI akan memberikan prediksi yang lebih
akurat apakah air cenderung korosif atau mengerak.
Fouling
Fouling terjadi ketika partikulat yang tak larut tersuspendi
di dalam air resirkulasi membentuk deposit di sebuah permukaan. Mekanisme
fouling didominasi oleh interaksi antar partikel yang menimbulkan pembentukan
aglomerat.
Pada kecepatan air yang rendah, pengendapan partikel
dipengaruhi oleh gaya gravitasi. parameter yang memengaruhi laju pengendapan
yaitu ukuran partikel, densitas relatif cairan dan partikel, dan viskositas
cairan. Hubungan dari variabel ini dinyatakan pada hukum Stoke. Faktor yang
paling penting memengaruhi laju pengendapan yaitu ukuran partikel. Oleh karena
itu, pengendalian fouling dengan pencegahan aglomerasi merupakan salah satu
metode paling fundamental dari pengendalian deposit.
Foulant memasuki sebuah sistem air pendingin melalui air
make up, kontaminasi dari udara, kebocoran proses, dan korosi. Foulant paling
potensial yang masuk dari air make up yaitu senyawa partikulat, sepeti lempung,
tanah, dan besi oksida. Alumunium yang tak larut dan besi hidroksida memasuki
sistem dari air pendingin pada operasi pretreatment air. Beberapa air sumur
mengandung besi terlarut yang tinggi dan kemudian teroksidasi menjadi
presipitas besi ferri. Proses korosi baja juga merupakan sumber besi ferro dan
menimbulkan fouling.
Besi maupun alumunium merupakan penyebab masalah karena
kemampuan mereka bertindak sebagai koagulan. Kelarutan mereka dan bentuk
hidroksida yang sukar larut dapat menyebabkan mengendapkan beberapa bahan kimia
treatmaent seperti ortofosfat.
Kontaminasi dari udara biasanya mengandung partikel lempung
dan tanah tetapi dapat meliputi gas seperti hidrogen sulfida, yang membentuk
presipitat tak larut dengan banyak ion logam. Kebocoran proses menimbulkan
berbagai kontaminan yang mempercepat deposisi dan korosi.
Foulant, seperti lumpur air sungai, memasuki sistem sebagai
partikel yang terdispersi secara halus, yang
dapat berukuran sekecil 1-100 nm. Partikel membawa muatan elektrostatis,
yang menyebabkan partikel bermuatan sama saling tolak menolak, dan menjadi
terdispersi. Total muatan yang dibawa oleh sebuah partikel tergantung pada komposisi air. Siklus air pendingin
meningkatkan konsentrasi dari ion yang memiliki muatan berlawanan dan mampu
menarik secara elektrostatis sehingga terserap pada partikel bermuatan.
Pengendapan terjadi ketika energi yang diberikan oleh
kecepatan fluida tidak mampu mendorong partikel akibat aglomerasi dan pertumbuhan
ukuran. Setelah partikel mengendap, karakteristik dari deposit tergantung pada
kekuatan gaya tarik diantara partikel (kekuatan aglomerasi) dan antara partikel
dengan permukaan yang kontak. Jika gaya tarik antara partikel kuat dan partikel
tidak terhidrasi dengan baik, deposit akan memadat dan memiliki struktur yang
rapi, jika gaya tarik lemah maka deposit akan lunak dan lentur.
Metode Pengendalian Fouling
Penghilangan Senyawa Partikulat
Jumlah partikulat yang memasuki sistem pendingin melalui air
make up dapat dikurangi melalui proses filtrasi dan/atau sedimentasi.
Penghilangan partikulat dapat juga dilakukan dengan filtrasi dari air pendingin
resirkulasi. Metode ini tidak menghilangkan semua senyawa tersuspensi dari air
pendingin. Tingkat fouling yang ditemui dipengaruhi oleh keefektifan dari skema
penghilangan partikulat yang digunakan, kecepatan air didalam peralatan proses,
dan siklus konsentrasi yang dijaga pada menara pendingin.
Kecepatan Aliran Air yang Tinggi
Kemampuan dari kecepatan air dalam meminimalkan fouling
tergantung pada karakteristik foulant. Deposit lembung dan debu lebih efisien
dihilangkan dengan kecepatan air yang tinggi dibandingkan dengan deposit
alumunium dan besi, yang lebih pada dan membentuk jaringan pengunci dengan presipitat
lainnya. Pengeoperasian pada kecepatan air yang tinggi tidak selalu merupakan
solusi yang dapat dilakukan terhadap permasalahan deposisi lempung dan debu
karena adanya batasan desain, pertimbangan ekonomi, dan potensi korosi erosi.
Dispersan
Dispersan merupakan material yang menyuspensikan senyawa
partikulat dengan penyerapan pada permukaan partikel dan menempel dengan muatan
yang tinggi. Gaya tolak yang tinggi antara partikel bermuatan yang sama
mencegah aglomerasi, yang akan mengurangi pertumbuhan partikel. Keberadaan
dispersan pada permukaan partikel juga menghambat hubungan antara partikel.
Dispersan yang paling efektif dan paling banyak digunakan
adalah polimer anionik dengan berat molekul rendah. Teknologi dispersi telah
berkembang menuju titik dimana polimer didesain untuk kelas spesifik dari
foulant atau untuk berbagai tipe material. Polimer berbasis akrilat banyak
digunakan sebagai dispersan. Senyawa ini telah dikembangkan dari senyawa asam
akrilik homopolimer sederhana hingga kopolimer dan terpolimer.
Surfaktan
Agen pembasah atau permukaan yang aktif digunakan untuk
mencegah fouling oleh hidrokarbon yang tak larut. Mereka berfungsi dengan
mengemulsikan hidrokarbon melalui pembentukan tetesan mikro yang mengandung
surfaktan. Bagian hidrofobik dari surfaktan terlarut pada tetesan minyak
sedangkan bagian hidrofilik berada pada permukaan tetesan. Muatan elektrostatis
yang dimiliki oleh sisi hidrofilik menyebabkan gaya tolak menolak antara
tetesan menegah tumbukan antar tetesan.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!