KLORIN DAN ALTERNATIF DARI KLORIN

KLORIN DAN ALTERNATIF DARI KLORIN

Klorin merupakan salah satu bahan kimia yang banyak digunakan untuk pengolahan air bersih dan air limbah. Penggunaan klorin atau sering disebut juga klorinasi dilakukan untuk tujuan berikut:

·         Desinfeksi

·         Pengendalian mikroorganisme

·         Penghilangan amonia

·         Penghilang rasa dan bau

·         Penguangan warna

·         Penghancur senyawa organik

·         Mengoksidasi hidrogen sulfida, besi, mangan

Meski klorin bermamfaat di berbagai penggunaannya, penggunaan ini memiliki efek berbahaya pada manusia maupun lingkungan.

Sifat Fisik dan Reaksi dalam Fasa Larutan

Klorin di dalam fasa gas ditemukan oleh Karl W. Scheele pada tahun 1774 dan di identifikasi oleh Humprey Davy pada tahun 1810. Klorin merupakan gas berwarna kuning kehijauan, dan densitasnya sekitar dua kali dari densitas udara. Ketika mengalami kondensasi, senyawa ini menjadi cairan yang jernih, amber dan memiliki densitas satu kali lebih besar dari densitas air. Satu liter klorin cair akan menghasilkan 500 liter gas klorin, dan tidak mudah meledak atau pun mudah terbakar. Seperti oksigen, gas klorin dapat mendukung reaksi pembakaran beberapa senyawa. Klorin bereaksi dengan senyawa organik membentuk senyawa teroksidasi atau turunan dari senyawa klorinasi.

Gas klorin merupakan racun yang membuat iritasi pada sistem pernapasan. Konsentrasi di udara lebih dari 3-5 ppm basis volume akan terdeteksi dengan bau, dan paparan pada 4 ppm selama 1 jam dapat menimbulkan efek pernapasan yang serius. Karena gas klorin lebih berat dibandingkan udara, ia tetap berada di dekat tanah ketika dilepaskan.

Klorin diproduksi komersial melalui elektrolisis dari larutan garam, biasanya  larutan natrium klorida, di dalam salah satu dari jenis sel: diafragma, merkuri, atau membran. Sebagian besar gas klorin yang diproduksi di Amerika dihasilkan melalui elektrolisis natrium klorida sehingga membentuk gas klorin dan natrium hidroksida di dalam sel diafragma. Proses sel merkuri menghasilkan larutan kaustik yang lebih pekat (50%) dibandingkan sel diafragma. Gas klorin juga dihasilkan melalui proses garam (yang menggunakan reaksi antara natrium klorida dan asam nitrat), proses oksidasi asam klorida, dan elektrolisis larutan asam klorida. Gas dibawa didalam kondisi bertekanan dalam tabung 15 lb, tabung 1 ton, truk tangki, mobil tangki, dan tongkang.

Empat kategori dasar dalam penggunaan klorin didasarkan bukan hanya dari fungsinya tetapi juga berdasarkan posisinya pada urutannya pada proses pengolahan air:

·         Prekloirnasi

·         Reklorinasi

·         Post-klorinasi

·         Deklorinasi

Di dalam air yang murni secara kimia, molekul klorin bereaksi dengan air dan mengalami hidrolisis secara cepat menjadi asam hipoklorit (HOCl) dan asam klorida:

Kedua senyawa asam yang terbentuk bereaksi dengan alkalinitas untuk menurunkan kapasitas buffering air dan menurunkan pH. Setiap pon dari gas klorin yang ditambahkan ke dalam air akan menghilangkan alkalinitas sekitar 1,4 pon. Di dalam sistem air pendingin, pengurangan alkalinitas ini memiliki efek yang signifikan pada laju korosi.

Pada pH di bawah 4,0 dan di dalam larutan encer, reaksi hidrolisis berlangsung sempurna di dalam beberapa detik. Untuk tujuan praktik, reaksi ini bersifat irreversible. Asam hipoklorit merupakan asam lemah dan terdisosiasi membentuk ion hidrogen dan ion hipoklorit.

Konsentrasi atau distribusi dari setiap spesi pada saat kesetimbangan tergantung dari pH dan temperatur. antara pH 6.5 dan 8,5, reaksi disosiasi tidak sempurna, dan terdapat asam hipoklorit maupun ion hipoklorit. Rasio kesetimbangan pada pH tertentu masih tetap bahkan jika konsentrasi asam hipoklorit berkurang. Pada pH yang konstan dan peningkatan temperatur, kesetimbangan kimia mengarah pada ion OCl– dari pada HOCl.

Agen pengoksidasi utama di dalam air adalah asam hipoklorit dan ion hipoklorit, meski hipoklorit memiliki potensi pengoksidasi yang lebih rendah. Potensi pengoksidasi diukur dari kecenderungan klorin bereaksi dengan senyawa lain. Kecepatan dimana reaksi ini terjadi dipengaruhi oleh pH, temperatur, dan potensi oksidasi/reduksi. Seiring peningkatan pH, reaktivitas klorin menurun, seiring peningkatan temperatur, reaksi berlangsung lebih cepat.

Kebutuhan Klorin. Kebutuhan klorin didefinisikan sebagai selisih antara jumlah klorin yang ditambahkan di dalam air dan jumlah free available chlorine atau combined available chlorine yang bersisa di akhir dari periode waktu tertentu. Kebutuhan merupakan jumlah klorin yang dikonsumsi akibat reaksi oksidasi atau subtitusi dengan senyawa organik dan anorganik seperti H2S, Fe2+, Mn2+, NH3, fenol, asam amino, protein, dan karbohidrat. Klorin sisa yang bebas dan masih tersedia merupakan jumlah klorin yang ada di dalam sistem air yang telah diolah sebagai asam hipoklorit dan ion hipoklorit setelah kebutuhan klorin telah dipenuhi. Klorinasi residual bebas merupakan penggunaan klorin untuk air agar dihasilkan sebuah free available chlorine residual.

Combined Available Residual Chlorination merupakan klrorin residual yang ada di dalam air dalam bentuk senyawa kombinasi dengan amonia atau senyawa organik nitrogen. Klorinasi kombinasi residual merupakan penggunaan klorin di dalam air untuk bereaksi dengan amonia (alami atau ditambahkan) atau senyawa nitrogen lainnya untuk menghasilkan sebuah senyawa klorin kombinasi residual yang tesedia. Total klorin yang tersedia merupakan jumlah dari klorin bebas yang ada, klorin kombinasi yang ada, dan senyawa terklorinasi lainnya.

Klorin yang Tersedia merupakan istilah dari berat ekuivalen dari agen pengoksidasi, dalam basis gas klorin, mirip dengan istilah dari alkalinitas dalam satuan ekuivalen dari kalsium karbonat. Istilah ini berasal dari kebutuhan untuk membandingkan senyawa lain yang mengandung klorin menjadi ekuivalen dengan gas klorin. Klorin yang tersedia di dasarkan pada reaksi setengah dimana gas klorin direduksi menjadi ion klorin dengan menangkap dua elektron. Pada reaksi ini, berat ekuivalen klorin adalah berat molekul klorin, 71 g/mol dibagi dengan 2 atau 35,5 g/mol.

Klorin yang tersedia dari senyawa yang mengandung klorin dihitung dari reaksi setengah sel yang sama, berat molekul dari senyawa, dan berat ekivalen dari klorin.

Bahkan gas klorin hanya terdisosiasi menjadi 50% HOCl atau OCl–, hal ini dipertimbangkan sebagai 100% dari klorin yang tersedia. Karena definisi ini, mungkin untuk memiliki lebih dari 100% klorin yang tersedia. Persen berat aktif dari klorin dikalikan dengan dua mengindikasikan klorin yang tersedia.

Klorin yang tersedian, seperti potensi pengoksidasi, bukanlah indikator yang dapat diandalkan untuk mengetahui kejadian atau kelanjutan reaksi oksidasi. Hal ini bahkan indikator yang lebih buruk untuk mengetahui efisiensi anti-mikroba sebagai senyawa pengoksidasi. Sebagai contoh, efisiensi anti-mikroba dari asam hipoklorit jauh lebih besar dari berbagai senyawa kloroamin meski kloroamin memiliki nilai klorin yang tersedia lebih besar.

Pembentukan Kloroamin. Salah satu reaksi penting di dalam pengolahan air adalah reaksi antara klorin yang terlarut dalam bentuk asam hipoklorit dan amonia membentuk kloroamin. Kloroamin anorganik terdiri dari tiga spesi: monokloro amin (NH2Cl), dikloro amin (NHCl2), dan trikloro amin( NCl3). Prinsip reaksi dari pembentukan kloroamin adalah sebagai berikut.

Jumlah relatif dari kloroamin yang terbentuk merupakan fungsi dari jumlah klorin yang diumpankan, perbandingan klorin/amonia, temperatur, pH. Secara umum, monokloro amin terbentuk pada pH di atas 7 dan dominan pada pH 8,3. Dikloro amin dominan pada pH 4,5. Di antara pH ini, ada campuran dua kloroamin. Pada pH di bawah 4,5 trikloroamin menjadi dominan sebagai produk reaksi.

Potensi pengoksidasi dari monokloroamin sangat rendah dibandingkan klorida, dan monokloroamin bereaksi lebih lambat terhadap senyawa organik. Sifat ini mengurangi jumlah trihalometan yang terbentuk. Pembentukan trihalometan dipertimbangkan lebih merugikan pada air potable dibandingkan pengurangan kemampuan anti-mikroba dari klorin bebas. Oleh karena itu, amonia sering ditambahkan pada aliran pengumpanan klorin untuk membentuk kloroamin sebelum klorin masuk ke aliran air potable.

Combined chlorine residual lebih stabil secara kimia (kurang reaktif dengan kebutuhan klorin) dibandingkan residual klorin bebas. Sifat ini membantu menjaga residual yang stabil di dalam sistem distribusi air bertekanan untuk daerah yang jauh. Akan tetapi, semakin rendah keefektifan dari kloroamin di bandingkan klorin bebas membutuhkan residual klorin kombinasi yang lebih besar dan/atau waktu kontak yang lebih lama, yang sering ditemui pada sistem distribusi.

Breakpoint Chlorination adalah penggunaan klorin yang cukup untuk menjaga sebuah residual klorin bebas yang tersedia. Prinsip tujuan dari klorinasi breakpoint adalah untuk menjamin desinfeksi yang efektif dengan memenuhi kebutuhan klorin oleh air. Pada pengolahan air limbah, klorinasi breakpoint adalah sebuah cara menghilangkan amonia, yang dikonversi menjadi sebuah senyawa teroksidasi yang mudah menguap.

Penambahan klorin pada sebuah air yang mengandung amonia atau senyawa organik yang mengandung nitrogen menghasilkan sebuah peningkatan pada nilai residual klorin kombinasi. Mono dan dikloroamin terbentuk antara titik A dan B. Setelah titik B dicapai (nilai maksimum dari residual klorin kombinasi), dosis klorin akan menurunkan nilai residual klorin. Oksidasi monokloroamin menjadi dikloroamin, terjadi antara titik B dan C, menghasilkan penurunan pada nilai residual klorin kombinasi yang awalnya terbentuk. Titik C mencerminkan breakpoint: titik dimana kebutuhan klorin telah dipenuhi dan tambahan klorin tampak sebagai residual bebas. Antara titik C dan D, residual klorin bebas yang tersedia meningkat sebanding dengan jumlah klorin yang ditambahkan.

Faktor yang memengaruhi klorinasi breakpoint adalah konsentrasi awaal dari nitrogen amonia, pH, temperatur, dan kebutuhan yang diperlukan oleh spesi anorganik dan organik lainnya. Rasio berat dari klorin yang digunakan terhadap nitrogen amonia awal harus 8:1 atau lebih besar agar breakpoint dapat dicapai. Jika rasio berat kurang dari 8:1 jumlah klorin yang ada tidak cukup untuk mengoksidasi senyawa nitrogen terklorinasi yang awalnya terbentuk. Ketika residual klorin secara instan dibutuhkan, klorin dibutuhkan untuk memberikan residual klorin bebas yang tersedia berkisar 20 kali atau lebih besar dari jumlah amonia yang ada.

Pada sebuah kurva breakpoint tipikal, dosis klorin awal tidak menghasilkan residual karena sebuah kebutuhan klorina segera disebabkan oleh ion yang bereaksi dengan cepat. Seiring penambahan klorin lebih lanjut, akan terbentuk kloroamin. Kloroamin ini ditunjukkan dalam bentuk total residual klorin. Pada dosis klorin yang lebih besar, garis miring menuju breakpoint dimulai. Setelah breakpoint, residual klorin bebas muncul.

Residual klorin bebas biasanya menghilangkan bau dan rasa, mengendalikan bakteri yang terekspos, dan mengoksidasi senyawa organik. Klorinasi breakpoint juga dapat mengendalikan lendir dan pertumbuhan alga, membantu koagulasi, mengoksidasi besi dan mangan, menghilangkan amonia, dan umumnya meningkatkan kualitas di dalam siklus pengolahan atau sistem distribusi.

ANTI-MIKROBA PENGOKSIDASI  DI DALAM SISTEM AIR PENDINGIN INDUSTRI

Anti-mikroba pengoksidasi yang umumnya digunakan di dalam sistem air pendingin industri adalah senyawa halogen, klorin dan bromin, di dalam fasa cair maupun fasa gas, pendonor halogen organik, klorin dioksida, dan untuk penggunaan terbatas, ozon.

Anti-mikroba pengoksidasi akan mengoksidasi atau menerima elektron dari senyawa kimia lain. Tipe dari aktivitas anti-mikroba dapat menjadi degradasi langsung dari material selular atau menonaktifkan sistem enzim esensial di dalam sel bakteri. Sebuah aspek penting dair efisiensi anti-mikroba adalah kemampuan dari agen pengoksidasi untuk menembus dinding sel dan mengganggu jalur metabolisme.

Kemampuan relatif untuk mengendalikan mikroba dari senyawa halogen tipikal ada sebagai berikut;

HOCl (asam hipoklorit) > HOBr (asam hipobromit) > NHxBry (bromoamin) > OCl– (ion hipoklorit) > OBr– (ion hipobromit) > NHxCly (kloroamin)

pH air pendingin mempengaruhi efisiensi oksidasi anti-mikroba. pH menentukan perbandingan relatif dari asam hipoklorit dan ion hipoklorit atau di alam sistem yang diolah dengan donor bromin, asam hipobromit dan ion hipobromit. Bentuk asam dari halogen biasanya merupakan anti-mikroba yang lebih efektif dibandingkan bentu terdisosiasinya. Pada kondisi tertentu, asam hipoklorit dominan pada pH di bawah 7,6. Asam hipobromit dominan pada pH di bawah 8,7, membuat pendonor bromin  lebih efektif dibandingkan pendonor klorin di dalam air pendingin yang basa, khususnya ketika waktu kontak terbatas.

Efisiensi anti-mikroba juga dipengaruhi oleh kebutuhan di dalam sistem air pendingin, terkhususnya di pengaruhi oleh amonia. Klorin bereaksi dengan amonia membentuk kloroamin, yang seefisien asam hipoklorit dan ion hipoklorit dan mengendalikan mikroba. bromin bereaksi dengan amonia membentuk bromoamin. Tidak seperti kloroamin, bromoamin tidak stabil dan membentuk asam hipobromit kembali.

Kebanyakan mikroba di dalam sistem pendingin dapat dikendalikan dengan penggunaan klorin atau bromin jika dipaparkan dengan residual yang cukup untuk waktu yang lama. Residula klorin sebesar 0,1-0,5 ppm cukup untuk mengendalikan organisme di dalam air jika residual dapat dijaga untuk waktu yang cukup.

Klorinasi kontiniu dari sistem air pendingin sering terlihat paling ampuh untuk pengendalian lendir mikroba. Akan tetapi, hal ini sulit secara ekonomis untuk menjaga kadar residual bebas secara kontiniu pada beberapa sistem, khususnya jika ada kebocoran proses. Pada beberapa sistem dengan kebutuhan yang tinggi, sering tidak mungkin untuk mencapai sebuah residual bebas, dan sebuah residual kombinasi harus diterima. Laju pengumpanan klorin yang tinggi, baik dengan atau tanpa kandungan residual yang tinggi, dapat meningkatkan korosi logam dan kerusakan pada material kayu tower.

Pada sistem aliran sekali lewat, nilai residual bebas dengan rentang 0,3-0,8 ppm umumnya dijaga selama dua jam setiap satu kali periode penanganan. Laju dari kontaminasi ulang menentukan frekuensi dari penanganan yang dibutuhkan.

Sistem resirkulasi terbuka dapat ditangani dengan sebuah program halogenasi secara kontiniu atau intermiten. Pengumpanan kontiniu lebih efektif dan umumnya dapat dijangkau dimana gas klorin atau hipoklorit sudah digunakan dan kebutuhan sistem rendah. Nilai residual 0,1-0,5 ppm secara manual dijaga. Perawatan harus dilakukan agar tidak terjadi pengumpanan halogen berlebih yang akan mempengaruhi laju korosi. Laju pengumpanan klorin tidak boleh melebihi 4 ppm dari laju resirkulasi. Penggunaan pendonor halogen dapat dibatasi menjadi pengumpanan interminten karena alasan biaya, meski pengumpanan kontiniu pada sistem dengan kebutuhan yang rendah lebih efektif.

ALTERNATIF GAS KLORIN

Kejadian bocornya gas mematikan di Bopal, India telah meningkatkan perhatian mengenai keselamatan dari penggunaan gas klorin. Sumber lain dari halogen dan agen pengoksidasi untuk mengendalikan mikroba adalah sebagai berikut:

·         Hipoklorit (natrium hipoklorit, natrium hipoklorit dengan natrium bromida, dan kalsium hipoklorit)

·         Senyawa pendonor klorin atau bromin, seperti isosianurat, triklorio-s-triazinetrion, dan hidantoin

·         Klorin dioksida

·         Ozon

·         Hipoklorit

Natrium hipoklorit dan kalsium hipoklorit merupakan senyawa turunan dari klorin yang terbentuk dari reaksi klorin dan hidroksida. Penggunaan hipoklorit pada sistem air akan menghasilkan ion hipoklorit dan asam hipoklorit, sama dengan penggunaan gas klorin.

Perbedaan reaksi hidrolisis antara gas klorin dan hipoklorit adalah produk samping reaksi. Reaksi gas klorin dengan air akan meningkatkan konsentrasi H+ sehingga menurunkan pH air dengan pembentukan asam klorida. Reaksi hipoklorit dengan air membentuk asam hipoklorit dan natrium hidroksida atau kalsium hidroksida. Hal ini hanya menyebabkan sedikit perubahan pH air. Larutan natrium hipoklorit memiliki sedikit kelebihan kaustik sebagai stabilizer, yang akan meningkatkan alkalinitas dan meningkatkan pH pada titik injeksi. Hal ini dapat menyebabkan pembentukan kerak kesadahan.

Alkalinitas dan pH akan berubah secara signifikan ketika natrium atau kalsium hipoklorit menggantikan penggunaan gas klorin. Gas klorin mengurangi alkalinitas 1,4 ppm per ppm klorin yang digunakan; hipoklorit tidak mengurangi alkalinitas. Semakin tinggi alkalinitas air yang perlu ditangani dengan hipoklorit akan mengurangi potensi korosi tetapi meningkatkan potensi deposisi.

Natrium Hipoklorit juga disebut sebagai cairan pemutih, karena digunakan secara luas hampir di semua pemutih terklorinasi. Larutan ini tersedia dalam beberapa konsentrasi larutan, mulai dari yang umum secara komersial pada konsentrasi sekitar 5,3% berat NaOCl hingga skala industri dengan konsentrasi 10-20%. Kekuatan dari larutan pemutih umumnya dinyatakan dalam persen volume bukan persen berat. 15% persen volume hipoklorit hanya mengandung 12,4 persen berat hipoklorit.  Sekitar 1 galon hipoklorit dengan konsentrasi industri dibutuhkan untuk menggantikan 1 pon gas klorin.

Kestabilan larutan hipoklorit sangat dipengaruhi oleh panas, cahaya, pH, dan kontaminasi logam. Laju dekomposisi dari larutan dengan konsentrasi 10 dan 15% menjadi dua kali lipat setiap kenaikan temperatur 10oF  pada temperatur penyimpanan. Cahaya matahari mengurangi waktu paruh dari larutan hipoklorit dengan konsentrasi 10-15% dengan faktor 3 hingga 5. Jika pH dari larutan yang disimpan turun hingga di bawah 11, dekomposisi menjadi lebih cepat. Sebesar 0,5 ppm besi menyebabkan deteorisasi secara cepat pada larutan dengan konsentrasi 10-15%.

Grade normal industri dari natrium klorida dapat diumpankan langsung atau diencerkan dengan air yang kesadahan yang rendah. Penggunaan air dengan kesadahan yang tinggi akan menyebabkan pengendapan garam kalsium karena pH natrium hipoklorit yang tinggi.

“High Test” Calcium Hypochlorite (HTH) merupakan bentuk paling umum dari hipoklorit yang kering di Amerika. Zat ini mengandung 70% dari klorin yang tersedia, 4-6% kapur, dan beberapa kalsium karbonat. Senyawa ini tidak boleh disimpan ditempat yang terkena panas atau kontak dengan senyawa organik yang mudah teroksidasi. Kalsium hipoklorit terdekomposisi secara eksotermik, melepaskan oksigen dan klorin monoksida. Dekomposisi terjadi jika HTH terkontaminasi dengan air atau uap air dari udara. Kalsium hipoklorit 3-5% dari kandungan klorinnya pertahun pada penyimpanan normal

Semua hipoklorit berbahaya terhadap kulit dan harus ditangani secara hati-hati. Material yang tahan korosi harus digunakan selama penyimpanan dan pembokaran muatan.

BROMIN

Bromin telah digunakan untuk pengolahan air sejak tahun 1930-an. Bromin diproduksi secara komersial melalui reaksi sebuah larutan garam bromin dengan gas klorin, diikuti dengan pelucutan dan pemekatan cairan bromin. Bromin merupakan bersifat cair berasap, berwarna merah gelap pada temperatur ruang.

Bromin terdisoiasi di dalam air dengan cara yang sama dengan klorin, dengan membentuk asam hipobromit dan ion hipobromit. Asam hipobromit adalah asam lemah yang tidak terdisosiasi sempurna membentuk ion hidrogen dan ion hipobromit. Konsentrasi atau distribusi dari setiap spesi pada kesetimbangan dipengaruhi oleh temperatur dan pH. Pada pH 6,5-9, reaksi disosiasi berlangsung tidak sempurna, dan baik asam hipobromit dan ion hipobromit muncul. Rasio kesetimbangan pada pH apapun tetap konstan.

Metode untuk menghasilkan asam hipobromit meliputi:

Menggunakan dua cairan (atau satu cairan dan gas klorin):

Menggunakan gas terkompresi:

Menggunakan padatan:

Terlepas dari metode yang digunakan untuk menghasilkan asam hipobromit, tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan dari kemampuan sebagai anti-mikroba. metode cair dan padat tidak membutuhkan penyimpanan dari gas bertekanan yang menjadi alasan utama dari penggantian gas klorin.

Bromin bereaksi dengan senyawa amonia membentuk bromoamin , yang lebih efektif dari kloroamin. Pada pH 8,0; rasio asam hipobromit terhadap bromoamin adalah 8:1 didalam air yang mengandung amonia. Karena monobromoamin tidak stabil dan karena triboromoamin tidak terbentuk, terdapat sedikit kebutuhan untuk mencapai brominasi breakpoint.

Semakin pendek waktu hidup dari senyawa bromin (karena kekuatan ikatan kimia yang lemah) memperkecil residual oksidator di keluaran limbah pabrik  dan mengurangi kebutuhan untuk deklorinasi sebelum pembuangan.

PENDONOR HALOGEN

Pendonor halogen adalah senyawa yang melepaskan klorin atau bromin aktif ketika dilarutkan di dalam air. Setelah pelepasan, reaksi halogen sama dengan reaksi klorin atau bromin dari senyawa lain. Pendonor halogen berfasa padat umumnya digunakan di sistem air pendingin di antaranya sebagai berikut:

1-bromo-3-kloro-5,5-dietilhidantion

1,3-dikloro-5,5-dimetildantion

Natrium dikloroisosianurat

Senyawa pendonor ini tidak melepaskan halogen secara sekaligus, tetapi membuatnya perlahan hadir, sehingga hal ini perlu dipertimbangkan pengendalian pelepasan agen oksidator. Tipe aksi senyawa ini dipertimbangkan menyerupai klorin atau bromin, tetapi dapat menembus membran sel dan membawa reaksi oksidasi dari dalam sel. Pendonor ini banyak digunakan karena kesederhanaannya, biaya yang murah, dan biaya instalasi sistem pengumpanan yang murah. Karena mereka memiliki fasa padat, maka tidak ada bahaya penanganan yang ada pada gas (kebocoran) dan cair (tumpahan).

KLORIN DIOKSIDA

Klorin dioksida (ClO2) adalah senyawa turunan lainnya dari klorin. Senyawa ini tidak stabil, memiliki potensi menghasilkan gas yang dapat meledak pada penggunaannya. Metode paling umum untuk menghasilkan ClO2 melalui reaksi gas klorin dengan larutan natrium klorit.

Secara teori, 1 pon dari gas klorin dibutuhkan untuk setiap 2,6 pon natrium klorit. Akan tetapi, sebuah kelebihan dari klorin sering digunakan untuk menurunkan pH agar dicapai pH yang dibutuhkan yaitu 3,5 dan mendorong reaksi menjadi sempurna. Natrium hipoklorit dapat digunakan untuk menggantikan gas klorin  untuk menghasilkan klorin dioksida. Proses ini membutuhkan penambahan asam sulfat atau asam klorida untuk mengatur pH.

Metode lain yang digunakan untuk menghasilkan klorin dioksida meliputi:

Dibandingkan terhidrolisis di dalam air seperti klorin, klorin dioksida membentuk larutan sebenarnya di dalam air pada kondisi tipikal di cooling tower. Karena alasan ini, klorin dioksida mudah menguap (700 kali mudah menguap dibandingkan HOCl) dan mudah hilang dari sistem air yang sudah diolah, khususnya pada cooling tower.

Klorin dioksida merupakan oksidator kuat. Dia bereaksi dengan material yang dapat teroksidasi  tetapi, tidak seperti klorin, tidak langsung berikatan dengan amonia. Klorin dioksida tidak membentuk trihalometan (THM) tetapi dapat secara signifikan menurunkan perkusor THM. Di dalam jumlah yang cukup . klorin dioksida menghancurkan fenol tanpa menimbulkan rasa dari fenol yang terklorinasi. Senyawa ini merupakan anti-mikroba dan anti-spora yang bagus. Tidak seperti klorin, efisiensi anti-mikroba klorin dioksida relatif tidak terpengaruh oleh perubahan pH di rentang 6-9. Klorin dioksida juga digunakan untuk oksidasi sulfida, besi, dan mangan.

Senyawa organik kompleks dan amonia merupakan senyawa yang menimbulkan kebutuhan klorin yang tidak bereaksi dengan klorin dioksida. Karena klorin dioksida memiliki reaksi yang berbeda dengan klorin, sebuah pengujian kebutuhan klorin harus dilakukan untuk menentukan laju umpan klorin dioksida. Sebuah residual harus dijaga setelah kebutuhan klorida sudah dipenuhi, untuk menjamin pengendalian yang efektif dari pertumbuhan mikroba. sifat kimia dan karakteristik oksidasi dari larutan klorin dioksida tidak sepenuhnya diketahui karena kesulitan di dalam membedakan spesi dari larutan yang mengandung klorin.

Klorin dioksida digunakan pada beberapa suplai air publik untuk mengatur rasa dan bau, dan sebagai disinfektan. Senyawa ini digunakan di beberapa industri pada bagian proses pengolahan sebagai anti-mikroba. Klorin dioksida dikonsumsi oleh reaksi pada pengolahan air mengubahnya menjadi ion klorit (ClO2–) dan ion klorat (ClO3–), dan ion klorin (Cl–). Ada beberapa perhatian mengenai efek kesehatan jangka panjang dari ion klorit di dalam suplai air potable.

Sebagai sebuah gas, klorin dioksida lebih iritatif dan beracun di bandingkan klorin. Klorin dioksida di udara dapat di deteksi dengan bau pada konsentrasi 14-17 ppm, menyebabkan iritasi pada 45 ppm, fatal dalam waktu 44 menit dengan konsentrasi 150 ppm, dan fatal secara cepat ketika konsesntrai 350 ppm. Konsentrasi lebih dari 14% di udara dapat berlanjut menjadi dekomposisi dengan percikan listrik. Perkursor paling umum dari pembuatan klorin dioksida di lapangan juga merupakan sebuah material yang berbahaya: cairan dari natrium klorit. Jika dibiarkan kering, agen oksidator kuat ini  membentuk residu serbuk yang dapat terbakar atau meledak jika kontak dengan material yang dapat teroksidasi.

OZON

Ozon merupakan bentuk alotropik dari oksigen, O3. Karena bukan gas yang stabil, senyawa ini harus diproduksi di dekat tempat penggunaannya. Ozon sangat efektif, agen pengoksidasi yang bersih dan merupakan anti-mikroba dan anti-virus yang kuat.

Karena ozon merupakan oksidator kuat, maka senyawa ini memiliki bahaya. Telah dilaporkan bahwa konsentrasi ozon sebesar 50 ppm di dalam udara dapat menimbulkan oksidasi pada bagian paru-paru dan akumulasi cairan, menyebabkan kematian karema edema pulmonary. OSHA dan NIOSH mempertimbangkan 10 ppm ozon dengan cepat berbahaya pada kehidupan dan kesehatan, dan batasan paparan oleh OSHA yaitu 0,1 ppm untuk time-weighted average (terpapar sehari-hari). Pada konsentrasi 0,02 ppm, bau ozon yang kuat akan terdeteksi. Pengoperasian yang tidak tepat dari peralatan ozon akan menghasilkan 20% ozon, konsentrasi yang dapat meledak. Peralatan penghasil ozon dapat menghasilkan 20% ozon di udara dan dapat menimbulkan terbentuknya peroksiasetil nitrat (PAN), sebuah polutan udara.

Waktu paruh hidup ozon yang rendah memungkinkan air yang diolah dengan ozon dapat dibuang tanpa menimbulkan bahaya terhadap lingkungan.

Ozon dihasilkan dari udara kering atau oksigen yang dilewatkan antara dua elektroda dengan tegangan tinggi. Ozon dapat juga dihasilkan secara fotokimia yaitu dengan sinar ultraviolet. Ozon harus dikirimkan ke sebuah sistem air dengan sistem injeksi melalui sebuah kontaktor. Laju perpindahan tergantung dari laju perpindahan masa dari kontaktor ini dari penyembur. Perawatan yang tepat dari generator dan kontaktor merupakan hal yang penting dari sistem ini.

Biaya kapital yang mahal membatasi ozon untuk digunakan sebagai pengendali pertumbuhan mikroba, khususnya pada sistem dengan kebutuhan yang berubah-ubah.

DEKLORINASI

Deklorinasi sering dibutuhkan sebelum air dibuang dari pabrik. Juga kadar klorin yang tinggi berbahaya pada sistem industri, seperti resin penukar ion dan beberap membran yang digunakan di dalam uni elektrodialisis dan reserve osmosis. Klorin juga berkontribusi terhadap toksisitas efluen sehingga konsentrasi klorin pada buangan cairan tertentu dibatasi.

Terkadang, deklorinasi dibutuhkan oleh suplai air industri dan air publik. Mengurangi atau menghilangkan karakteristik rasa klorin dari air potable sering diinginkan. Deklorinasi umumnya dilakukan pada industri pengolahan makanan dan minuman. Kontak langsung air yang mengandung klorin residual dengan makanan dan minuman harus dihindari karena akan menimbulkan rasa yang tidak enak.

Kelebihan klorin residual dapat dikurangi hingga kadar yang dapat diterima dengan agen pereduksi, absorpsi karbon, atau aerasi.

Agen pereduksi, seperti sulfur dioksida, natrium sulfit, dan amonium bisulfit, air deklorinasi tetapi dapat juga mendukung pertumbuhan bakteri yang memanfaatkan sulfur untuk metabolisme. Kadang-kadang, natrium tiosulfat digunakan untuk deklorinasi sampel air sebelum analisa bakteri. Reaksi deklorinasi yang umum adalah sebagai berikut.

Granular activated carbon (GAC) menghilangkan klorin bebas dengan cara adsorpsi. Klorin bebas di dalam bentuk HOCl bereaksi dengan karbon aktif membentuk sebuah oksida di permukaan karbon. Kloroamin dan organik yang terklorinasi diserap lebih lambat dibandingkan klorin bebas.

Aerasi paling tidak cara yang efektif untuk deklorinasi, denga keefektifan yang berkurang dengan meningkatnya pH. Ion hipoklorit, yang dominan pada pH 8,3 ke atas, kurang volati dibandingkan asam hipoklorit.

Radiasi ultraviolet mendeklorinasi air yang disimpan pada tempat terbuka untuk waktu yang lama.

PENGGUNAAN DAN EFEK LAIN DARI KLORIN

Sebagai anti-mikroba, klorin dan senyawa klorin digunakan untuk mengurangi rasa dan bau di dalam air minum, meningkatkan proses penjernihan, mengoksidasi besi, mangan, dan hidrogen sulfida sehingga senyawa tersebut dapat dihilangkan, mengurangi pembengkakan sludge pada unit pengolahan air limbah, dan mengolah efluen dari unit pengolahan air limbah.

Klorin bersamaan dengan koagulan, sering digunakan untuk proses penjernihan air baku. Preklorinasi ini meningkatkan proses koagulasi karena efek klorin terhadap material organik di dalam air. Hal ini juga mengurangi rasa, bau, warna, dan populasi mikroba, dan klorin mengoksida besi dan mangan untuk membantu penghilangannya dengan metode pengendapan dan filtrasi. 1 ppm klorin mengoksidasi 1,6 ppm ion Feri (Fe2+) atau 0,77 ppm ion mangan. Penambahan 8,87 ppm per ppm sulfida akan mengoksidasi sulfida menjadi sulfat, tergantung dari pH air dan temperatur.

Klorin merupakan sebuah agen pengaktif yang baik untuk natrium silikat (activated silica) sebagai persiapan pembantu koagulan (coagulant aid). Keuntungan dari proses ini adalah klorin yang digunakan utnuk aktivasi tersedia untuk kegunaan lainnya.

Klorinasi dengan kadar rendah dan pengumpanan secara interminten dari return activated sludge telah digunakan untuk mengendalikan pengembangan lumpur yang parah di dalam sistem pengolahan air limbah.

Klorin diinjeksikan ke air selokan dan air limbah industri sebelum air itu dibuang ke lingkungan, menghancurkan bakteri dan senyawa kimia seperti sulfida, sulfit, dan ion ferro. Senyawa kimia ini bereaksi dan mengambil oksigen yang larut di dalam air ketika masuk ke aliran air penerima limbah.

PERALATAN PENGUMAPAN

Alat klorinasi tersedia secara komersial untuk gas klorin yang dicairkan dan larutan natrium hipoklorit. Kalsium hipoklorit biasanya berupa padatan dan diumpankan dengan shot feeding. Semakin baru senyawa pendonor halogen, seperti 1-bromo-3-kloro-5,5-dimetilhidantion, diumpankan dengan bypass dissolving feeders.

Gas klorin yang dicairkan merupakan bentuk klorin yang paling murah dan umumnya digunakan pada waktu lampau. Karena bahaya dari kebocoran klorin, peralatan pengumpanan didesain untuk menjaga gas klorin berada pada tekanan di bawah tekanan atmosfer dengan cara pegoperasian vakum. Ha ini menyebabkan setiap kebocoran akan diarahkan menuju sistem pengumpanan dibandingkan lepas ke udara sekitar. Kelarutan maksimum adalah 5000 ppm pada kondisi vakum yang dihasilkan dari peralatan pengumpanan klorin.

Sistem pengumpanan natrium hipoklorit meliputi pompa dosing, rotameter pengatur laju alir, dan sistem pengumpanan terkomputerisasi. Sistem penyimpanan hipoklorit harus dilindungi dari sinar matahari secara langsung dan panas untuk mencegah degradasi klorit. Pemilihan logam untuk penyimpanan yang tepat juga merupakan hal yang penting untuk mencegah degradasi.

Pendonor halogen berfasa padat, seperti hidantoin, triazinetrion, dan isosianurat tersedia di dalam bentuk tablet dan terkadang dalam bentuk granular. Padatan ini biasanya dilarutkan di dalam sebuah bypass feeder untuk mengatur lajut pelarutan, dan konsentrat efluen pengumpanan digunakan pada titik yang tepat. Senyawa kimia yang dihasilkan dari produk ini adalah asam hipoklorit, asam hipobromit, atau kombinasi dari kedua senyawa tersebut.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *